Kamis, 29 November 2012

Pasal-Pasal Narkoba



Pasal-Pasal Narkoba
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997TENTANG PSIKOTROPIKABAB IKETENTUAN UMUM
Pasal l
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :
Psikotropika adalah zat atau obat. baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika. yang berkhasiat psikoaktif mela1ui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku.
Pabrik obat adalah perusahaan berbadan hukum yang memiliki izin dari. Menteri untuk melakukan kegiatan produksi serta penyaluran obat dan bahan obat termasuk psikotropika.
Produksi adalah kegiatan atau proses menyiapkan, mengolah, membuat, menghasilkan, mengemas, dan/ atau mengubah bentuk psikotropika.
Kemasan psikotropika adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/ atau membungkus psikotropika, baik yang bersentuhan langsung maupun tidak.
Peredaran adalah setiap kegiatan atau serangkaian. kegiatan penyaluran atau penyerahan psikotropika. baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan maupun pemindahtanganan.
Perdagangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka pembelian dan/ atau penjualan, termasuk penawaran untuk menjual psikotropika, dan kegiatan lain berkenaan dengan pemindahtanganan psikotropika dengan memperoleh imbalan.
Pedagang besar farmasi adalah perusahaan berbadan hukum yang memiliki izin dan Menteri untuk melakukan kegiatan penyaluran sediaan farmasi, termasuk psikotropika dan alat kesehatan.
Pengangkutan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka memindahkan psikotropika dari satu tempat ke tempat lain, dengan cara, modal, atau sarana angkutan apa pun, dalam rangka produksi dan peredaran.
Dokumen pengangkutan adalah surat jalan dan/atau faktur yang memuat, keterangan tentang identitas pengirim, dan penerima, bentuk, jenis dan jumlah psikotropika yang diangkut.
            Transito adalah pengangkutan psikotropika di wilayah Republik Indonesia dengan atau tanpa berganti sarana angkutan antara dua negara lintas.
Penyerahan adalah setiap kegiatan mem berikan psikotropika, baik antar penyerah maupun kepada pengguna dalam rangka pelayanan kesehatan.
Lembaga penelitian dan/ atau lembaga pendidikan adalah lembaga yang secara khusus atau yang salah satu fungsinya melakukan kegiatan }Jenelitian dan/ atau menggunakan psikotropika dalam penelitian, pengembangan, pendidikan, atau pengajaran dan telah mendapat persetujuan dari Menteri dalam rangka kepentingan i1mu pengetahuan.
Korporasi adalah kumpulan terorganisasi dari orang / atau kekayaan, baik merupakan badan hukum maupun bukan.
Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.

BAB IIRUANG LINGKUP DAN TUJUAN Pasal 2
Ruang lingkup pengaturan di bidang psikotropika dalam undang-undang ini adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digolongkan menjadi :
psikotropika golongan I
psikotropika golongan II
psikotropika golongan III
psikotropika IV
            Jenis-jenis psikotropika golongan I, psikotropika golongan II, psikotropika golongan III, psikotropika golongan IV sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk pertama kali ditetapkan dan dilampirkan da1am undang-undang ini, yang merupakan bagian yang tak terpisahkan.
Ketentuan lebih lanjut untuk penetapan dan perubahan jenis-jenis psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur oleh Menteri.
Pasal 3
Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah :
menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan. kesehatan dan ilmu pengetahuan;
mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika;
memberantas peredaran gelap psikotropika.
Pasal 4
Psikotropika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/ atau ilmu pengetahuan.
Psikotropika golongan I hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan.
Selain penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), psikotropika golongan I dinyatakan sebagai barang terlarang.









Narkotika dan Prekursor Narkotika

http://www.fhwidyamataram.ac.id/foto_berita/59anti_narkoba11.jpg


            Apa yang dimaksud penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 129 huruf a, dan c jo pasal 132 dan pasal 137 UU RI No. 35 Tahun 2009? Mohon dijelaskan karena saya kurang mengerti. Atas bantuannya saya ucapkan thank you very much. :
            Definisi narkotika dan definisi prekursor narkotika adalah sebagai berikut:
“Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.” (Pasal 1 ayat [1] UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika - “UU Narkotika”)
“Prekursor Narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika yang dibedakan dalam tabel sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.” (Pasal 1 ayat [2] UU Narkotika)
UU Narkotika tidak menjelaskan secara spesifik apa yang dimaksud dengan penyalahgunaan narkotika. Namun, kita dapat melihat pada pengaturan Pasal 1 ayat (15) UU Narkotika yang menyatakan bahwa penyalah guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Dengan demikian, dapat kita artikan bahwa penyalahgunaan narkotika adalah penggunaan narkotika tanpa hak atau melawan hukum.

Dalam hukum pidana, tanpa hak atau melawan hukum ini disebut juga dengan istilah “wederrechtelijk”. Menurut Drs. P.A.F. Lamintang, S.H., dalam bukunya "Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia" (hal. 354-355) wederrechtelijk ini meliputi pengertian-pengertian:
· Bertentangan dengan hukum objektif; atau
· Bertentangan dengan hak orang lain; atau
· Tanpa hak yang ada pada diri seseorang; atau
· Tanpa kewenangan.

            Sedangkan, mengenai peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika, merujuk pada Pasal 1 ayat (6) UU Narkotika adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara tanpa hak atau melawan hukum yang ditetapkan sebagai tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika.
Lebih lanjut diatur dalam Pasal 38 UU Narkotika bahwa setiap kegiatan peredaran narkotika wajib dilengkapi dengan dokumen yang sah. Sehingga, tanpa adanya dokumen yang sah, peredaran narkotika dan prekursor narkotika tersebut dianggap sebagai peredaran gelap.
Dalam Pasal 129 UU Narkotika dijabarkan lebih jauh perbuatan-perbuatan yang dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar dalam hal ada orang yang tanpa hak atau melawan hukum:

a. memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;
b. memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Prekursor Narkotika untuk
pembuatan Narkotika;
c. menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;
d. membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika.
            Sedangkan, Pasal 111 sampai Pasal 148 UU Narkotika,termasuk Pasal 132 dan Pasal 137 yang Anda sebutkan adalah mengatur pidana-pidana yang dapat dijatuhkan terhadap para pelaku kejahatan narkotika. Baik terhadap percobaan/permufakatan (Pasal 132) maupun penggunaan harta yang diperoleh dari hasil kejahatan narkotika (Pasal 137), serta perbuatan-perbuatan lainnya yang dapat Anda lihat pada ketentuan-ketentuan tersebut.


            Jadi, pada dasarnya yang dimaksud dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika sebagaimana dimaksud dalam UU Narkotika adalah penggunaan atau peredaran narkotika dan prekursor narkotika yang tidak sah (tanpa kewenangan) dan melawan hukum (melanggar UU Narkotika).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar